TPost — Koalisi Save Sagea menegaskan sikap tetap menolak aktivitas perusahaan tambang nikel PT Mining Abadi Indonesia (PT MAI) di wilayah Sagea-Kiya, Kecamatan Weda Utara, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara.
Penegasan itu menyusul adanya kunjungan Bupati Halmahera Tengah Ikram M. Sangadji bersama Wabup Ahlan Djumadi, dan Sekda Bahri Sudirman ke Desa Sagea, untuk merespons protes warga terhadap PT MAI, Senin 13 Oktober 2025.
Namun, pertemuan tersebut menurut Save Sagea hanya membahas dua hal sempit, yakni ganti rugi dua unit mobil warga yang dirusak dan kompensasi atas lahan warga yang telah diserobot.
“Maka kami Koalisi Save Sagea menyatakan dengan tegas, bahwa perjuangan warga Sagea dan Kiya bukan sekadar soal ganti rugi atas lahan yang telah diserobot perusahaan pun sudah dirusak,” jelas juru bicara Koalisi Save Sagea, Mardani Legayelol, Rabu (22/10/2025).
Mardani menegaskan, hal yang lebih luas dan genting untuk disampaikan, bahwa perjuangan Save Sagea adalah soal ruang hidup, soal lingkungan hidup, dan soal masa depan generasi penerusnya.
Sebab itu, warga Desa Sagea dan Desa Kiya secara bulat menolak operasi tambang PT MAI yang tidak hanya mengabaikan hak-hak masyarakat adat atas tanah leluhur, tetapi juga akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius.
“Pertama, kami menyoroti dampak jangka panjang yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang terhadap dua ekosistem vital di kawasan ini: Karst Sagea-yang memiliki luas kawasan sebesar 5.714 hektare, membentang dari Pegunungan Legayelol hingga ke wilayah Goa Bokimaruru dan Telaga Yonelo,” cetusnya.
Kedua wilayah ini, kata dia, memiliki nilai ekologis yang tinggi serta makna kultural dan spiritual yang dalam bagi masyarakat Sagea-Kiya.
“Dengan kata lain, bahwa Karst Sagea adalah benteng kami, sumber hidup kami, dan tempat air kami berasal. Kami tidak akan tinggal diam jika tempat ini dihancurkan,” ungkapnya.
Demikian pula Telaga Legayelol, yang bukan hanya sumber kehidupan berupa pangan, tetapi juga pusat budaya dan ritus leluhur yang masih dirawat hingga hari ini.
Kedua, aktivitas PT MAI di kawasan yang disebutkan itu telah melanggar pelbagai ketentuan hukum dan tata ruang, antara lain yakni: Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, Lampiran IV, halaman 264, menyebut Kawasan Karst Bokimoruru (Sagea) sebagai satu dari tiga kawasan prioritas konservasi di Maluku Utara.
Kemudian Peraturan Daerah (Perda) No. 3 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Halmahera Tengah 2024-2043, menetapkan wilayah Sagea sebagai Zona Kawasan Karst Kelas I, yang hanya diperuntukkan untuk konservasi dan penelitian.
“Demikian kami tegaskan kembali, perlawanan warga Sagea-Kiya bukanlah semata-mata tentang tanah atau kompensasi. Ini adalah perjuangan mempertahankan kehidupan, lingkungan, dan identitas budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun,” tukasnya.
Koalisi Save Sagea, kata dia, tidak akan tinggal diam menyaksikan tanah mereka dirusak dan hak-haknya diinjak-injak atas nama investasi dan kemajuan ekonomi yang semu.
“Sagea-Kiya adalah kehidupan kami. Karst dan Talaga adalah warisan kami. Kami akan jaga, kami akan lawan. Kami tidak butuh tambang. Cabut seluruh izin tambang di wilayah Sagea-Kiya,” tegasnya mengakhiri.


Tinggalkan Balasan