TPost — Hampir seluruh koperasi merah putih (KMP) kelurahan di Kota Ternate, Maluku Utara, mengeluhkan masalah pendanaan koperasi.

Keluhan itu disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) umum bersama Komisi II DPRD Kota Ternate dengan 10 ketua KMP, Plt. Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Ternate, Syarif Sabatun, dan vendor KMP, Kamis (30/10).

“Saya tanyakan itu juga ke pak kadis koperasi, sejauh ini kesiapan untuk pengucuran anggaran ke kelurahan koperasi merah putih yang sudah siap itu sudah sampai di mana, kadis tidak bisa menjawab,” Juru bicara Komisi II, Sartini Hanafi.

Karena tidak adanya pendanaan, KMP Kelurahan Takome, Kecamatan Ternate Barat, belum dapat mengambil akta pendirian koperasi dari notaris.

Beberapa KMP pun terpaksa harus patungan dana untuk memperoleh akta pendiriannya maupun dibantu oleh anggota DPRD.

“Mereka (KMP) beranggapan bahwa itu adalah program pemerintah pusat yang turunannya ke pemerintah daerah yang itu jelas. Jadi mereka tidak mau memakai dana pribadi,” kata dia.

Data terkini, kata dia, sudah sebanyak 56 KMP kelurahan yang sudah siap penginputan berkas akta dan lain sebagainya. Di antaranya ada 5 KMP yang sudah persiapan proposal bisnis, seperti KMP Dufa Dufa dan Akehuda.

Meski begitu, lima KMP yang telah siap ini masih membutuhkan pendanaan untuk menjalankan bisnis yang akan dirintisnya.

“Yang dibutuhkan sekarang adalah kejelasan anggaran pinjaman yang nanti akan diberikan kepada koperasi merah putih, itu sampai saat ini belum ada kejelasan,” ungkap dia.

Pemerintah daerah kata dia, juga tidak dapat berbuat banyak begitu keluarnya instruksi presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 terkait pembentukan KMP, dan Permendagri nomor 13 tahun 2025.

Permendagri ini mewajibkan pemerintah daerah untuk memberikan perhatian kepada KMP. Perhatian itu diartikan sebagai dukungan anggaran untuk KMP.

Ironisnya lagi, di tengah kondisi fiskal daerah yang terjun bebas dengan adanya pemangkasan TKD, pemerintah daerah malah dibebankan memberikan jaminan melalui dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) atas kucuran dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) kepada KMP.

Dimana, kucuran anggaran untuk KMP dalam bentuk barang sesuai jenis usaha itu bernilai Rp 3 miliar per-kelurahan.

Jaminan ini menurut Sartini, tidak akan mungkin langsung disetujui Wali Kota Ternate M. Tauhid Soleman sebagai Ketua Satuan Tugas KMP.

Apalagi kondisi fiskal Kota Ternate pada 2026 mendatang mengalami pemangkasan transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp 189 miliar. Ditambah lagi DBH yang selalu ditunggak realisasinya.

“Wali kota sebagai ketua satgas tidak mungkin langsung main tandatangan. Itu polemik memang banyak sekali, persoalannya cuma di seputaran bagaimana KMP ini mendapatkan kejelasan tentang bantuan baik dana awal maupun kelanjutan,” cetusnya.

Hal lainnya yang akan menjadi tantangan untuk KMP di Kota Ternate, lanjut dia, yakni kewajiban menyediakan lahan seluas 1.000 meter persegi pada masing-masing kelurahan.

Di atas lahan tersebut, oleh pemerintah pusat akan dibangun gudang dan kantor beserta keperluan bisnis KMP. Kewajiban ini dirasa sangat mustahil untuk Kota Ternate karena kondisi keterbatasan lahan.

“Kalau ada koperasi di satu desa satu wilayah yang tidak mampu menyediakan lokasi ini dengan sendirinya dia tidak mendapatkan bantuan anggaran,” katanya.

Itu sebabnya, ketentuan ini menurutnya mungkin bisa dilakukan jika berlaku hanya pada kecamatan.

“Tapi semua ini kita melihat lagi apakah ini disetujui atau tidak,” cetusnya.

Meski banyak tantangan, Komisi II kata dia, tetap optimis dan mengharapkan program pemerintah pusat itu bisa terlaksana.

Sebab itu, dari RDP tersebut pihaknya telah meminta Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Ternate untuk menyampaikan seluruh persoalan kepada Wali Kota Ternate supaya dibahas lebih lanjut bersama DPRD Kota Ternate.

“Ini kita butuh duduk bersama dan kita harus jelas, di kementerian juga kita belum jawaban yang jelas,” tukasnya.

TernatePost.id
Editor